Harga Tahu Tempe Naik, Tahun Baru Krisis Kedelai Impor

Spread the love

Salah satu dampak dari kenaikan harga kedelai impor yang terus menerus terjadi, hal ini memengaruhi biaya bahan baku utama tahu-tempe. Harga kedelai internasional terus naik dalam 6 bulan terakhir, harga sebelumnya di kisaran Rp 7.200 per kilogram, kini melonjak menjadi Rp 9.700 per kilogram. Harga kedelai sebelum pandemi ada di kisaran Rp6.000.  Gabungan Koperasi Tempe dan Tahu Indonesia (Gakoptindo) mengatakan bahwa harga kedelai impor sudah naik hampir 50% dalam beberapa dalam bulan – bulan terakhir.

Kabarnya para perajin tempe dan tahu yang tergabung dalam Gakoptindo akan melakukan mogok produksi pada 1-3 Januari 2021. Aksi ini dilakukan untuk menyikapi harga kedelai yang terus naik.

Sebelumnya juga beredar imbauan dari Puskopti D.K.I Jakarta kepada pengrajin tahu dan tempe untuk mandek produksi serentak mulai 31 Desember 2020. Produsen mulai berjualan kembali pada 3 Januari 2021 dengan kesepakatan harga tahu dan tempe naik 20 persen sampai 30 persen.

Harga kedelai impor memang sangat berdampak pada produsen tahu tempe dalam negeri, hal ini karena impor kedelai bertanggung jawab atas 75 persen dari total kebutuhan kedelai Indonesia. Sebagai perbandingan pada 2018 impor kedelai menyentuh 2,58 juta ton tetapi produksi hanya 953.571 ton. Kebutuhan nasional satu tahun, kurang lebih 3 juta ton.

Selain itu, kenaikan biaya operasional pengrajin tahu tempe juga disumbang oleh kenaikan harga minyak goreng. Dalam surat tertanggal 20 November 2020, pengrajin tempe menyatakan harga minyak goreng sudah menyentuh Rp13.000 per liter.

“Waktu kedelai impor naik 10-20%, mungkin mereka masih bisa bertahan. Tetapi karena saat ini terlalu tinggi naiknya akhirnya mereka banyak yang tidak tahan,”  ungkap Al Mansur.

Ditambah lagi tidak sedikit pengrajin yang terena dampak pandemi COVID-19, kehidupan pengrajin semakin susah lantaran biaya operasional yang semakin tak ramah akibat pandemi.

Ketua DPD PKS Jaksel, Al Mansur meminta pemerintah segera intervensi atas kenaikan harga kedelai. Sehingga tidak berefek luas, khususnya bagi pelaku usaha tempe dan tahu. Pengrajin tempe dan tahu itu jualannya sebagai pabrikan kecil kepada pedagang – pedagang di pasar. Mereka ini sudah berhubungan puluhan tahun, sehingga apabila ada kenaikan harga sedikit saja, pedagang pasarnya tidak mau. “Pemerintah harus melihat kesulitan para pengrajin tempe dan tahu akibat harga kedelai yang tidak terkendali itu. Kalau kenaikan itu terus berlanjut, kasihan para perajin tahu tempe. Sebab mereka ingin menaikkan harga tempe tentu kasihan juga kepada pelanggan. Sedangkan keuntungan perajin pun akan minim jika harga kedelai terus naik,” ungkap Al Mansur.

“Kemungkinan kalau nanti tembus sampai Rp 10.000 per kilogram, bakal banyak produsen tahu tempe yang akan gulung tikar, pemerintah harus bisa mencegah itu,” ungkap Al Mansur. Ketua DPD PKS Jaksel berharap pemerintah membantu dalam mengintervensi harga kedelai melalui Badan Urusan Logistik (Bulog).

Kenaikan harga tahu dan tempe, tentunya sedikit banyak akan berdampak pada masyarakat Indonesia pecinta makanan tempe dan tahu, “Semoga mereka bisa memakluminya,” tambah Al Mansur.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *