Mari Kita Belajar dari Sejarah Bagaimana Menghadapi Politik Belah Bambu

Spread the love

“Politik belah bambu itu, menginjak sebagian dan mengangkat sebagian yang lain,” ujar Al Mansur Hidayatullah Ketua DPD PKS Jaksel, Sabtu (12/12).

 

Politik belah bambu adalah politik yang membelah bambu yang semula terpadu dan menyatu, lalu dibelah, yang satu diangkat, yang lainnya diinjak kemudian dilepaskan dan diadu satu sisi yang diangkat dan yang diinjak. Politik belah bambu adalah politik khas kolonial, sudah lama dipraktekan di era Yunani dan Romawi.

 

Gramsci (1891-1937) menyebut politik belah bambu sebagai stick and carrot policy. Politik belah bambu ini tega menghewankan manusia. Politik belah bambu ini dahulu biasa dilakukan oleh bangsa-bangsa imperialis Eropa. Sejak abad 15, seiring dengan bangsa-bangsa penjajah Eropa melakukan ekspansi dan aneksasi wilayah. Di dalam wilayah jajahannya mereka menerapkan politik belah bambu agar kelompok-kelompok yang besar dan kuat itu terpecah – pecah menjadi kelompok kecil sehingga tidak kuasa melakukan perlawanan politik dan militer.

 

Demikian pula saat Belanda menjajah bangsa Indonesia, Belanda memelihara “ulama” tertentu dan memberangus ulama lainnya. Ulama tertentu ditindas, ulama yang lain diagungkan. Beberapa ulama dan kaum bangsawan tertentu mendapatkan previlege dari Belanda, sementara ulama dan tokoh yang anti kolonialisme diburu dan dipenjarakan. Politik belah bambu identik dengan “devide et impera”, atau politik adu domba. Itulah yang dahulu dilakukan oleh Snouck Hurgonje (Belanda) untuk menaklukkan Aceh.

 

Ketika pemberlakuan teori receptie oleh staf penasehat Hindia Belanda pada abad peralihan 18 dan 19 masa penjajahan Belanda. Christian Snouck Hurgronje siapa yang tak kenal namanya yang mencetus teori receptie ini, ia menyamar ke Aceh Serambi Mekah dengan nama Haji Abdul Ghaffar. Teori receptie ini berupaya mengangkat hukum adat dengan menekan hukum Islam sebagaimana mana teori belah bambu itu sendiri. Padahal hubungan hukum adat dengan hukum Islam bagaikan sekeping mata uang yang masing-masing sisinya tak dapat di pisahkan. Keduanya memiliki peran yang sejajar dan sama, saling melengkapi dengan tanpa kehilangan identitas masing-masing. Hukum adat menerima hukum Islam sebagai tingkat tertinggi dan kesempurnaan dari sistem hukum adat, sedangkan hukum Islam juga menerima hukum adat dalam proses legislasinya.

 

Bhineka tunggal ika merupakan keniscayaan yang menjadi keunggulan Bangsa Indonesia. Politik belah bambu ini mencoba mengoyak kebhinnekaan tersebut. Belah bambu akan bisa diredam dengan senjata bersatu bagi kelompok yang sedang disasar. Seluruh kekuatan kebangsaan mesti menjaga eksistensi kebhinnekaan, kemampuan identifikasi awal perlu dikuasai guna upaya pencegahan.

 

Benteng terkuat dari serangan belah bambu adalah penguatan ideologisasi kebangsaan dan keumatan. Nasionalisme mesti benar-benar ditanamkan dan diaktualisasikan secara organ kelembagaan maupun perseorangan. Persaudaraan dan toleransi sesama umat dan sesama anak bangsa mesti dikuatkan jalinannya. Kecurigaan yang berpotensi meretakkan hubungan penting diprioritaskan klarifikasi atau konfirmasi sebelum dilakukan penyikapan.

 

Semua komponen bangsa harus berperan sebagai fasilitator dan jembatan penghubung dari seluruh elemen yang ada di negeri ini. Celah-celah masukknya belah bambu oleh siapapun mesti ditutup rapat. Sense of belonging dan internalisasi ideologi mesti dikuatkan dalam suatu kelompok atau entitas.

 

Bibit-bibit gesekan hingga konflik mesti segera diantisipasi. Jika gesekan terjadi, pemimpin kelompok penting melakukan netralisasi dan mempriotitaskan duduk bersama guna menemukan solusi damai.

 

Persatuan merupakan amanat konstitusi dan masuk sila ketiga Pancasila. Persatuan menjadi kekuatan bangsa Indonesia yang ditakuti dan disegani dunia internasional dan juga ditakuti penjajah. Ribuan aliran, suku dan kelompok yang mampu bersatu tentu menjadi kekuatan yang sangat diperhitungkan.

 

Kompleksitas kondisi demografis dan geografis ditengah dinamika geopolitik global yang dinamis saat ini menuntut ketahanan nasional yang prima. Persatuan menjadi salah satu kunci mewujudkannya. Jika tantangan ini mampu dilalui, maka prasyarat menjadi bangsa besar sudah berada di genggaman Indonesia. Segala daya dan upaya melemahkan persatuan tentu tidak akan membuahkan hasil. Tinggal selanjutnya meningkatkan kualitas sumberdaya manusia yang berdaya saing global. Suasana penuh persatuan akan memberikan kondusifitas bagi pencapaian kemajuan bangsa yang berkelanjutan.

 

Membelah bambu sesama anak bangsa sungguh perbuatan tercela. Biasanya terjadi pada yang haus akan kekuasaanlah yang sering menerapkan politik adu-domba. “Sengaja dipelihara bara konflik, agar sesama anak bangsa berseteru. Padahal dari ujung jauh di sana, mungkin sang sutradara sedang tersenyum menikmati, sambil merokok djisamsoe dan makan bakpao,” tutup Al Mansur.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *