Al Mansyur : Ada Konsekuensi Besar untuk Investasi Mobil Listrik di Indonesia

Spread the love

Indonesia telah menyatakan komitmennya pada Conference of Parties (COP) 15 tahun 2009 untuk menurunkan emisi Gas Rumah Kaca (GRK) sebesar 26% (dengan usaha sendiri) dan sebesar 41% (jika mendapat bantuan internasional) pada tahun 2020. Selain itu Indonesia juga telah ikut menandatangani Kesepakatan Paris alias United Nation Convention on Climate Change (UNFCC) pada tahun 2015, maka konsekuensi penurunan emisi gas rumah kaca hingga 29 persen pada 2030 wajib terlaksana. Salah satu upaya pemerintah Indonesia menuju ke arah sana, yaitu menggulirkan program mobil listrik (battery electric vehicle/BEV). Upaya ini positif, karena memang teknologi masa depan itu adalah energi terbarukan yang ramah lingkungan. Kendaraan berteknologi fuel cell, berbahan bakar hidrogen, merupakan kondisi ideal yang harus dicapai di Indonesia di masa depan, melalui beberapa tahapan teknologi yang berkesiambungan.

Melihat dari kaca mata pemerintah, memang harus memiliki ambisi untuk menjadi salah satu pemain utama mobil listrik dunia. Pembangunan smelter nikel dan kobalt di Morowali, Sulawesi Tengah, sebagai pemasok komponen baterai, dipercaya bakal menjadi kartu truf yang dimiliki Indonesia untuk kompetitif di mata dunia. Namun, masih banyak sisi yang gelap, salah satunya soal potensi bahaya mobil listrik yang tentu juga perlu dibahas.

Namun pertambangan nikel ini telah mengakibatkan perubahan fungsi lingkungan dengan menurunnya kualitas perairan pantai yaitu dampak dari air asam penambangan nikel yang merupakan bagian dari limbah tambang (tailing), serta sebagian wilayah kegiatan juga berada di wilayah hutan lindung. Nikel adalah komoditas yang ramai diperbincangkan belakangan ini. Indonesia sebagai negara produsen nikel terbesar di dunia melihat potensi nikel di masa depan sebagai primadona. Morowali bisa dikatakan surganya nikel, nikel daerah ini termasuk yang terbesar di Indonesia. Saat ini banyak berdiri sejumlah perusahaan tambang hingga banyak investor asing yang berinvestasi untuk mendirikan perusahaan tambang dan pabrik smelter di daerah ini. Wilayah Morowali yang kaya nikel terletak di Petasia Timur, Petasia, Bungku Timur, Bungku Pesisir, Bahadopi, dan Menui Kepulauan. Selain di wilayah Morowali, nikel juga banyak terdapat di Halmahera Tiimur, Maluku Utara; Kolaka, Sulawesi Tenggara; Pulau Gag, Papua Barat; dan juga Pulau Obi, Maluku Utara. Pemerintah kini telah menetapkan kebijakan larangan ekspor nikel untuk meningkatkan nilai tambah komoditas di dalam negeri.

Mobil listrik itu tidak sederhana hanya mengganti BBM dengan listrik, Tesla misalnya, menggunakan komponen-komponen langka yang kemungkinan besar belum tersedia di Indonesia. Tesla menggunakan komponen neodymium magnet untuk rangkaian kelistrikan pada mobil. Kemudian, bauksit digunakan sebagai bahan baku aluminium untuk konstruksi sasis dan bodi. Kerangka baterai di bagian dek bawah, menggunakan baja titanum. Sifat aliran listrik yang melompat dan berpindah ini harus dijaga dengan material mobil yang menggunakan komponen-komponen khusus, sehingga aman.

Setiap mobil listrik, membopong baterai dengan tegangan tinggi, jadi harus benar-benar aman untuk konsumen dan lingkungan. Penggunaan meterial untuk sasis, interior, sampai bodi, itu memang dipilih yang tidak mudah menghantarkan listrik. Jangan sampai Indonesia nantinya cuma jadi pasar dari negara-negara basis produksi mobil listrik dunia, seperti Amerika Serikat, Korea Selatan, Jepang, India, Thailand, China, bahkan Malaysia.

Mobil listrik ini investasinya mahal, maka prinsipal akan sangat hati-hati menentukan pilihan negara mana yang jadi basis produksi. Sisanya, hanya akan diimpor CBU saja. Insentif menjadi salah satu daya tarik prinsipal untuk menentukan keputusan satu negara jadi basis produksi. Sejumlah negara di mana mobil listrik laris, salah satu faktor utamanya adalah insentif, mulai dari Norwegia, China, AS, Eropa, atau Jepang sekalipun. Insentif bisa berupa diskon harga langsung ke konsumen, relaksasi pajak buat produsen, sampai pada akses umum, seperti gratis biaya tol, parkir, electric road pricing (ERP), dan lain sebagainya. Total penjualan mobil bertenaga listrik di dunia pada 2018 sudah menyentuh angka 1,28 juta, jika ditotal populasi mobil listrik di dunia mungkin sudah lebih dari 5 juta unit. Sepanjang periode 2018, China sanggup menjual 707.800 unit, disusul Amerika Serikat 228.600 unit, dan Norwegia 46 ribu unit. Namun pasar mobil listrik di masing-masing negara tercatat paling besar dari Norwegia, yaitu 31,2 persen dari total penjualan domestik, dan mobil listrik di China cuma menyumbang 3,3 persen.

Faktor lain yang harus diperhatikan pemerintah untuk masuk ke era mobil listrik, adalah pasokan energi dalam jumlah besar untuk kebutuhan konsumsi. Penelitian terbaru dari Economic Research Institute for ASEAN and East Asia (ERIA) menemukan bahwa upaya pemerintah dalam mendorong penggunaan kendaraan listrik untuk mengurangi emisi GRK ini akan sia-sia jika pembangkit tenaga listrik di Indonesia masih mengandalkan batu bara. Sejumlah negara maju memiliki Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN), untuk jaminan pasokan listrik di negara mereka. Hal ini penting untuk pengembangan infrastruktur jaringan pengisian ulang cepat, dan tersebar di sekeliling kota. Jangan memaksa orang beli mobil listrik, tetapi tanpa ada kepastian pasokan energi di sekelilingnya, bakal sulit mencapai target pengurangan efek gas rumah kaca sesuai Kesepakatan Paris 2015.

Jika komposisi energi yang digunakan untuk pembangkit listrik di Indonesia tidak berubah dari situasi saat ini, maka target mobil listrik yang ditetapkan pemerintah tidak akan mengurangi emisi gas rumah kaca sama sekali. Saat ini, energi yang dihasilkan di pembangkit listrik Indonesia berasal dari batu bara (56 persen), gas alam (25 persen), minyak bumi (8 persen), dan energi terbarukan (11 persen). Dengan komposisi demikian, pembangkitan listrik di Indonesia saat ini secara rata-rata melepaskan 840 gram karbon dioksida untuk setiap kilowatt-jam listrik yang dihasilkan.

Demi keselamatan konsumen, pemerintah juga harus menetapkan hukum baru, soal laik jalan dan pengecekan berkala.  Wajib ada larangan bagi konsumen untuk melakukan modifikasi baterai, termasuk mengganti atau memperbaiki sendiri. Setiap merek yang memasarkan mobil listrik, wajib memberikan layanan Home Service, sehingga ketika ada masalah di jalan atau di rumah, bisa langsung diatasi. “Ingat, mobil listrik ini menggendong baterai dengan tegangan tinggi.

Faktor lain yang juga sangat penting untuk diperhatikan, adalah soal teknologi daur ulang baterai yang sampai saat ini hanya dimiliki oleh Belgia. Limbah baterai masuk kategori B3, sangat beracun bagi manusia, sehingga jika tidak dikuasai atau setidaknya diciptakan sistem daur ulang yang baik, maka bakal punya potensi berbahaya. Pengelolaan baterai bekas harus sangat ketat mengingat limbahnya mengandung B3, yang bukan saja merusak lingkungan, tetapi bisa mencederai manusia.

Kami melihat bahwa Pusat Teknologi Material, Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), tahun 2018 sudah mulai melakukan pengkajian pengolahan daur ulang baterai kendaraan listrik. Proses pengolahan limbah pada dasarnya ada dua, yakni biometalurgi dan hidrometalurgi, namun dalam hal ini BPPT baru mengkaji proses hidrometalurgi. Untuk Biometalurgi itu menggunakan smelter yang suhunya tinggi 1.400 derajat, kalau hidrometalurgi itu menggunakan bahan kimiawi untuk memisahkan bahan-bahannya.

*) Oleh Al Mansyur, Ketua DPD PKS Jaksel

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *