Al Mansyur : Dari Awal Kebijakan Pusat Melarang Mudik – Membolehkan Wisata Memang Sudah Membingungkan

Spread the love

Satgas Penanganan Covid-19, pernah mengatakan, selama peniadaan mudik berlangsung, masyarakat memang diizinkan untuk berwisata, namun hanya di obyek wisata dalam kota atau wilayah aglomerasi saja. Ketentuan tersebut mengacu pada Surat Edaran Satgas Penanganan Covid-19 No.13, yang tidak memperbolehkan adanya kegiatan wisata jarak jauh.

Bukan hanya satgas covid saja, menteri pariwisata, menteri perhubungan, dan juga menteri koordinator bidang pembangunan manusia dan kebudayaan satu suara. Menko bidang manusia dan kebudayaan mengatakan, “… tetap boleh melepas penat dengan berlibur atau berwisata di dalam kota. Oleh karena itu tempat wisata lokal akan tetap dibuka.”

Ketua DPD PKS Jaksel, Al Mansyur Hidayatullah mengatakan, “Kebijakan pemerintah yang mengizinkan tempat wisata dibuka dan dikunjungi selama peniadaan mudik ini sudah menuai banyak kekecewaan masyarakat. Pembukaan tempat wisata tersebut dianggap sebagai suatu kebijakan yang kontradiktif. Pasalnya, mengizinkan tempat wisata dibuka sama saja membuka peluang terjadinya kerumunan masyarakat, sesuatu yang coba dicegah dengan peniadaan mudik lebaran, namun di-kontraproduktifkan dengan kebijakan membolehkan wisata. Kita melihat dua fenomena kebijakan publik yang bertolak belakang, bertabrakan satu dengan yang lain.”

Ketika obyek wisata boleh dibuka, walaupun sudah ada peringatan untuk mentaati protokol kesehatan, tetapi akan sangat sulit menerapkan prinsip kehati-hatian dan pencegahan terjadinya kerumunan, apalagi musim lebaran. “Harusnya pemerintah pusat dari awal sudah mengetahui dan konsen dengan statistik jumlah pengunjung tempat wisata saat lebaran dari tahun ketahun yang tidak pernah sepi,” tegas Al Mansyur.

Dari awal, pengamat dan juga masyarakat luas sudah mengingatkan dan mempermasalahkan kebijakan pemerintah pusat ini, kebijakan ini dinilai banyak pihak sebagai wujud inkonsistensi pemerintah dalam menerapkan kebijakan pencegahan covid. Bagaimana bisa mencegah, di satu sisi mudik dilarang, tetapi di sisi lain sektor pariwisata dibuka. “Memang pariwisata bukan menjadi masalah, jika patuh terhadap protokol kesehatan, maka kita akan bisa mengendalikan pandemi, tetapi ini musim pandemi dan lebaran. Sekarang terjadi penumpukan manusia di tempat wisata di manapun, di Jawa Barat, Jawa Timur, Jawa Tengah, Jakarta, dan juga luar Jawa. Kalau sudah begini, terus melempar tanggung jawab ke pemerintah daerah, dan akhirnya warga daerah yang harus menanggung resikonya, ini kan kurang bijak,” ujar Al Mansyur.

Epidemiolog Universitas Indonesia (UI) Tri Yunis Miko Wahyono jauh – jauh hari sudah mengatakan bahwa kebijakan pemerintah tersebut tidak konsisten. Seharusnya kebijakan pembukaan destinasi pariwisata harus diikuti dengan kebijakan zona daerah di mana tempat pariwisata itu berada. “Dilarang mudik itu kan pembatasan sosial sedang, dicampur dengan buka wisata, itu malah pembebasan sosial. Negara ini tidak pernah konsisten. Karena mungkin pertimbangannya ekonomi,” ujar Tri Yunis.

Senada dengan Tri Yunis, Epidemiolog dari Universitas Airlangga Laura Navika Yamani mengatakan kondisi pandemi saat ini memang harus diwaspadai adalah menghindari kerumunan. Dikhawatirkan jika pariwisata dibuka pada saat libur lebaran, maka akan terjadi kerumunan. Hal ini tentu akan membahayakan adanya risiko penyebaran Covid-19.

Epidemiolog dari Griffith University Australia, Dicky Budiman juga menyayangkan kebijakan dua kaki tersebut dengan mempertimbangkan fakta sederhana: bahwa pandemi saat ini jauh dari terkendali. Rasio kasus positif masih di atas batas maksimal yang ditetapkan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), 5 persen. “Dan kita selama satu tahun ini tidak pernah mencapai itu (batas WHO). Kalau sudah satu tahun, berarti penyebaran kasus COVID-19 di masyarakat sudah sangat banyak dan tak terkendali,” kata Dicky.

Sekarang, pemerintah meminta sektor wisata kembali ditutup, setelah muncul desakan berbagai pihak. Kita mengetahui bahwa pertumbuhan ekonomi yang harus tetap dijaga, salah satunya melalui sektor wisata, sehingga perekonomian masyarakat juga bisa terus berjalan. Tetapi jika kemudian ada lonjakan penderita covid, apakah ekonomi tetap bisa berjalan?

Al Mansyur kembali mengingatkan, “Kita bisa lihat dan berkaca dari akibat kebijakan yang hampir serupa di India. Buat kebijakan masyarakat jangan pakai coba – coba, jangan sebuah kebijakan itu terlihat gali lubang – tutup lubang, juga maju – mundur. Tidak mudah mengelola dan menjaga aspek kesehatan bersamaan dengan ekonomi. Dengan cakupan vaksin yang belum merata dan juga datangnya varian baru, pemerintah tidak boleh berbangga diri dan gegabah membuka wisata yang punya potensi membuat kerumunan besar. Kami mendukung upaya pengetatan dan penutupan tempat wisata saat musim lebaran dan pandemi.”

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *