Waspadai Puasa dengan Nilai Kosong

Spread the love
Oleh Ustadz Al Mansur Hidayatullah, Lc

Membentuk seorang muslim yang berkarakter tidaklah mudah, dibutuhkan waktu dan proses yang panjang. Salah satu madrasah yang tepat untuk menanamkan karakter nilai adalah melalui Ramadhan.

Hasil – hasil ibadah harus bisa menanamkan nilai – nilai luhur dalam diri. Nilai – nilai inilah yang kemudian akan mempengaruhi jiwa kita, sehingga apa yang kita lakukan itu merupakan ejawantah dari nilai – nilai mulia yang tertanam dalam diri kita sebagai hasil dari ibadah tersebut.

Nilai pertama dari sebuah ibadah adalah nilai tauhid kepada Allah SWT. Seperti halnya ibadah puasa, landasan nilai yang ada padanya adalah keimanan. “barangsiapa yang berpuasa Ramadhan iimaanan wahtisaaban…”

“Imanan” lebih menekankan aspek motif, atau pembangkit, atau pendorong, atau hal-hal yang membuat seseorang berbuat. Istilah lainnya adalah munthalaq atau titik tolak. Maksudnya, imanan artinya adalah bahwa suatu perbuatan, misalnya: berpuasa, atau qiyamullail, atau lainnya, yang mendorong dan yang membangkitkannya adalah keimanan; keimanan kepada Allah SWT, keimanan kepada Rasulullah SAW, keimanan kepada Islam dan ajarannya.

Sedangkan kata: “ihtisaban” lebih menekankan aspek tujuan, sasaran dan target yang ingin diraih. Maksudnya, ihtisaban artinya adalah bahwa suatu perbuatan, misalnya: berpuasa, atau qiyamullail, atau lainnya, yang menjadi target, tujuan dan sasaran yang ingin diraih dan didapatkan oleh seseorang dari perbuatan-perbuatannya ini adalah segala yang ada dan dijanjikan oleh Allah SWT, bukan apa yang dimiliki dan yang ada di sisi manusia.

Kita beribadah kepada Allah SWT, bukan hanya sekedar ritual gerakan – gerakan seperti mesin atau robot. Yang namanya ibadah adalah tertanamnya nilai – nilai dalam diri kita. Nilai – nilai inilah yang bisa menjadi pemberat pahala dalam ibadah. Jika tidak berhasil menanamkan nilai – nilai dalam ibadah maka ibadahnya hanyalah ritual kosong, yang tidak ada timbangan kebaikannya di yaumul hisab nanti.

“Barangsiapa yang tidak meninggalkan perkataan dusta, maka Allah tidak butuh dari rasa lapar dan haus yang dia tahan.” (HR. Bukhari no. 1903). Hadits di atas menunjukan sebuah puasa yang kosong akan nilai – nilai maka puasanya tidak diterima oleh Allah SWT.

Taqwa adalah merupakan kumpulan dari nilai – nilai mulia dalam diri seseorang. dan taqwa inilah yang ingin dibangun dari sebuah ibadah puasa.

Apa yang diucapkan orang yang sedang berpuasa jika ada seseorang yang mencaci-makinya?  Al-Imam al-Bukhori rahimahulloh meriwayatkan dalam kitab Shohih-nya no. 1894 dari Abu Huroiroh rodhiyallohu anhu bahwa Rosullulloh shollallohu alaihi wa sallam bersabda :  “Puasa adalah perisai. Maka janganlah berkata kotor dan berbuat bodoh. Dan apabila ada orang yang mengajaknya berkelahi atau mencelanya, maka katakanlah ‘aku sedang puasa’, dua kali”

Ini merupakan pelajaran dalam menanamkan nilai – nilai dari sebuah ibadah yang dilakukan.

Puasa mengajarkan kepada kita sifat sidiq atau jujur. Orang yang berpuasa, namun tidak tidak bisa meninggalkan bohongnya, maka tidak bermanfaat puasanya, puasanya kosong akan nilai.

Puasa mengajarkan kita pada sifat wafa atau kesetiaan pada Allah SWT. Setia menjaga puasa, dari waktu dari terbit sampai tenggelamnya matahari. Ketika kita berpuasa, kemudian kita berkhianat, maka tadak bermanfaat puasanya, puasanya kosong akan nilai.

Puasa mengajarkan juga sifat ihsan atau kebaikan. Ketika kita berpuasa, namun kita masih menyakiti orang lain, maka tidak berhasil puasa kita. Puasa kita kosong akan nilai.

Puasa juga mengajarkan sifat kesabaran, barangsiapa yang tidak bersabar dalam melewati musibah – musibah dan ujian – ujian maka tidak berguna puasa kita. Puasa kita kosong akan nilai.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *